Pandemi COVID-19: Apakah Mempengaruhi Green Accounting di Indonesia?”
Keywords:
Green Accounting, Pandemi COVID-19, Wilcoxon TestAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris bahwa tidak adanya perbedaan green accounting pada sebelum pandemi COVID-19 dan ketika pandemi COVID-19 pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel menggunakan metoda purposive sampling. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari laporan tahunan perusahaan yang terdaftar berturut-turut pada Bursa Efek Indonesia tahun 2019 dan 2020. Pengujian perbedaan green accounting pada periode sebelum pandemi COVID-19 dan ketika pandemi COVID-19 adalah dengan menggunakan Wilcoxon Test, jika residual tidak terdistibusi normal. Berdasarkan Teknik purposive sampling yang telah dilakukan, diperoleh sampel sebanyak 12 perusahaan. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan Wilcoxon Test diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata antara biaya lingkungan tahun 2019 yaitu sebelum periode COVID-19 (Pre Test) dengan biaya lingkungan tahun 2020 yaitu pada periode COVID-19 (Post Test), yang artinya hipotesis yang diajukan diterima. Rendahnya kesadaran perusahaan terhadap aspek lingkungan juga didorong oleh peraturan yang tidak tegas mengatur tentang pengungkapan lingkungan ataupun pengungkapan biaya lingkungan. Pada Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. Rincian detail terkait pengungkapan sosial dan lingkungan apa saja yang harus diungkapkan tidak terinci dalam peraturan tersebut. Meskipun ada sanksi yang mengikat dalam Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tersebut, namun jika tidak diatur secara detail pengungkapan terkait lingkungan apa saja yang harus disampaikan, maka konsekuensi sanksi atas peraturan tersebut tidak terlalu mengikat bagi perusahaan. Selain itu, perhatian dan tuntutan stakeholders kepada perusahaan terkait lingkungan masih tergolong rendah. Perbankan dan lembaga keuangan lainnya kurang mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan dalam memberikan kredit untuk proyek-proyek perusahaan. Pentingnya pengelolaan lingkungan secara mendasar menuntut kesadaran penuh dari perusahaan yang telah mengambil manfaat dari lingkungan. Kasus pencemaran lingkungan merupakan akibat dari proses produksi perusahaan. Tidak adanya perbedaan biaya lingkungan pada periode sebelum COVID-19 dan setelah COVID-19 terjadi di Indonesia membuktikan bahwa kesadaran perusahaan terhadap lingkungan masih tergolong rendah. Rendahnya kesadaran terkait pengungkapan biaya lingkungan dapat disebabkan karena belum adanya peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan biaya lingkungan. Karena rendahnya kesadaran stakeholder terkait lingkungan, maka pengungkapan biaya lingkungan dapat dianggap sebagai bad news. Pengguna laporan tahunan akan berasumsi bahwa biaya lingkungan yang dikeluarkan tersebut adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan terkait biaya penangulangan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas operasional perusahaan, maka informasi biaya lingkungan akan cenderung untuk tidak disajikan dalam laporan tahunan perusahaan. Hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada Pembuat Kebijakan dan Standar, dalam hal ini yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui penelitian ini dapat menunjukkan bukti empiris mengenai perlunya perhatian pengungkapan biaya lingkkungan lingkungan, karena hanya sedikit perusahaan yang mengungkapkan biaya lingkungan. Perusahaan pun harus dapat memberikan informasi yang komprehensif terkait pengelolaan lingkungan termasuk biaya lingkungan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar mendorong penelitian di Indonesia terkait biaya lingkungan dan manfaat ekonomis yang akan diterima perusahaan.
Kata kunci: Green Accounting, Pandemi COVID-19, Wilcoxon Test.