Pemetaan Potensi dan Strategi Pengembangan Kampung Wisata di Kota Cilegon
Keywords:
pariwisata, MAAMS, SWOTAbstract
Pada operasionalnya, pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan dan focus group discussion (FGD) dengan berbagai kelompok kepentingan (stakeholder), yakni (i) perangkat kecamatan dan kelurahan, (ii) pengurus RT dan RW, (iii) tokoh masyarakat, (iv) kelompok ibu dan karang taruna. Melalui FGD ini, diharapkan dapat (i) mengidentifikasi dukungan perangkat kecamatan dan kelurahan atas pengembangan kampung wisata, (ii) mengidentifikasi kondisi kelembagaan, sosial ekonomi, dan demografi kampung, (iii) mengidentifikasi respons warga atas usulan kampung wisata, serta (iv) menggali potensi unggulan calon kampung binaan yang menjadi obyek penelitian, dan (v) merumuskan usulan strategi dan program kampung binaan. Dari hasil penggalian informasi selama FGD, tim peneliti mendapatkan masukan tiga sektor wisata yang memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu Wisata Sejarah di Gua Jepang atau lebih akrab dikenal dengan nama Gua Batu Bolong yang terletak di Kelurahan Taman Sari. Potensi kedua adalah wisata religi makam Syekh Djamaludin yang terletak di dalam kompleks pelabuhan ASDP. Syekh Djamaluddin adalah tokoh yang diyakini oleh masyarakat sekitar sebagai orang yang membuat Pelabuhan Merak setelah peristiwa tsunami Karakatau yang melanda Banten sekitar satu abad yang lalu. Syekh Djamaluddin adalah tokoh ulama besar yang memiliki wawasan keagamaan dan ilmu pemerintahan yang tinggi. Beliau juga merupakan cucu dari Syekh Maulana Malik Isroil, salah satu anggota dari Wali Songo. Syekh Djamaluddin ini banyak berjasa dalam melawan penjajahan Portugis, khususnya di perairan Selat Sunda. Karena itu, makam Syekh Jamaluddin adalah salah satu makam yang banyak dikunjungi baik dari para peziarah dalam kota maupun luar kota. Setelah dilakukan kunjungan pada kedua tempat tersebut, tim peneliti menyimpulkan bahwa keduanya tidak memiliki potensi pariwisata yang dapat dikembangkan lebih jauh. Ada beberapa alasan, yakni untuk objek sejarah Gua Jepang adalah (i) ketersediaan lahan yang minim untuk pengembangan fasilitas pendukung, (ii) objek wisatanya sendiri yang kurang ‘komersial’ karena ukurannya relatif kecil, berbeda dengan Gua Jepang yang ada di Bandung, ataupun Bukittinggi yang luas. Adapun alasan untuk makam Syekh Djamaluddin adalah posisinya yang berada di dalam kompleks pelabuhan ASDP menjadikan objek ini cukup sulit diakses. Potensi ketiga adalah Bukit Kembang Kuning atau dikenal sebagai Bukit Teletubies yang berlokasi di Kelurahan Suralaya. Dari kunjungan ke Bukit Teletubies ini diketahui bahwa objek ini memiliki nilai komersial yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Gua Jepang dan Makam Syekh Djamaluddin. Dari puncak Bukit dapat dilihat pemandangan Selat Sunda dan pesisir laut yang indah. Selain itu, banyak aktivitas wisata yang mungkin dilakukan, mulai dari hiking, camping, hingga melihat sunset. Jarak tempuh dari lereng menuju puncak yang tidak jauh juga memudahkan pengunjung untuk mendaki bukit. Berdasarkan pendekatan MAAMS diidentifikasi beberapa faktor permukaan yang membuat belum optimalnya Bukit Teletubbies sebagai destinasi wisata di kota Cilegon. Faktor–faktor tersebut meliputi: (1) belum ada pendampingan yang dilakukan oleh pihak Pemda, khususnya di tingkat Kecamatan dan Kelurahan, (2) belum tersedia fasilitas dasar yang memadai, seperti toilet, mushola, dan prasarana penunjang lainnya, (3) akses dan jalan menuju lokasi yang masih sempit dan tidak disertakan dengan penunjuk arah menuju lokasi, dan (4) belum ada pengelolaan (manajemen) pariwisata yang baik, mulai dari tahap pra, proses, hingga pasca kunjungan wisatawan. Munculnya faktor-faktor ini dikarenakan belum adanya program pendampingan dan pemberdayaan warga, keterbatasan modal pemilik lahan, wilayah menuju lokasi yang dipadati oleh pemukiman warga, serta kurangnya literasi SDM pengelola objek wisata atas berbagai aspek manajerial dan teknologi. Akar dari permasalahan ini, berdasarkan analisis MAAMS, adalah kurangnya alokasi anggaran pemerintah daerah untuk pemberdayaan sektor pariwisata. Berkaitan dengan strategi pengembangan Kampung Wisata di Bukit Teletubbies, berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dilakukan, yakni (1) memudahan proses perijinan oleh pemerintah setempat berkaitan dengan wilayah wisata yang dikembangkan; (2) menjembatani pihak pemerintah dan pihak industri untuk memberikan bantuan sosial finansial; (3) membuat program-program outbond karyawan di Kampung Wisata dan merekomendasikan kepada perusahaan dan industri yang ada disekitar Kampung Wisata secara khusus dan perusahaan lain yang berada pada wilayah Kota Cilegon pada umumnya; (4) memberdayakan masyarakat sekitar untuk ikut berkontribusi dalam aktifitas perekonomian seperti menjual souvenir, hasil bumi setempat, dan menjaga keamanan para pengunjung baik dalam bentuk siskamling (jaga/ronda malam) maupun dalam hal keamanan kendaraan yang di parkir di lokasi setempat; (4) mengembangkan strategi-strategi promosi lewat social media dan platform elektronik lainnya seperti e-news, website (pemerintah dan non-pemerintah), Instagram Ads, TikTok Ads, Facebook Ads dan Youtube
Kata kunci: Pariwisata, MAAMS, SWOT.